A. Radioisotop 32P
Fosfor-32
adalah radionuklida dari fosfor. Nukleon fosfor-32 terdiri atas 15 proton dan
17 neutron, satu neutron lebih banyak dibandingkan isotop umum dari fosfor
yaitu fosfor-31. Fosfor-32 hanya terdapat dalam jumlah sedikit di bumi, karena
mempunyai waktu paruh singkat yaitu 14,29 hari sehingga meluruh dengan cepat.
Fosfor
banyak ditemukan dalam molekul organik dan begitu juga fosfor-32 yang mempunyai
banyak aplikasi di bidang kedokteran, biokimia dan biologi molekuler yang dapat
digunakan sebagai pelacak molekul terfosforilasi, misalnya dalam elusidasi
jalur metabolisme dan label DNA radioaktif.
Fosfor
mempunyai waktu paruh yang singkat yaitu 14,29 hari dan meluruh menjadi
sulfur-32 dengan peluruhan beta, 1,709 MeV energi dilepaskan selama peluruhan.
Energi kinetik elektron bervariasi dengan rata-rata 0,5 MeV dan sisa energinya
dibawa oleh elektron anti-neutrino yang hampir tidak terdeteksi. Nukleus
sulfur-32 dihasilkan dalam keadaan dasar sehingga tidak perlu ada penambahan
emisi sinar gamma.
Radioisotop
32P mempunyai waktu paruh menurut Akhid Darwin, Lulus S., dan Ali
Rahayu (2010: 519) adalah 14,26 hari.
Menurut Wira Y Rahman, Endang Sarmini,
Herlina, Abidin, Triyanto, dan Hambali (2012 : 113) Radioisotop 32P
mempunyai waktu paruh adalah 14,3 hari ,
Radioisotop 32P mempunyai waktu
paruh merupakan pemancar β- dengan energi 1,71 MeV (Emax) dan 0,6949 MeV (Eav)
yang dihasilkan dari reaksi nuklir 32S(n,p) 32P, dari bahan sasaran
sulfur alam.
Radioisotop 32P memiliki
banyak manfaat pada bidang pertanian, kesehatan dan industry yaitu:
·
Bidang pertanian
radioisotop 32P dapat digunakan untuk perunut gerakan pupuk di
sekitar tanaman setelah ditabur. Gerakan pupuk jenis fosfat, dari tanah sampai
ke dalam tumbuhan dapat ditelusuri dengan mencampurkan radioisotop 32P
ke dalam senyawa fosfat dalam pupuk. Dengan cara ini dapat diketahui pola
penyebaran pupuk dan efektifitas pemupukan.
·
Bidang kesehatan 32P
dalam bentuk Na2H32PO4 digunakan dalam terapi
polisitemia vera dan leukimia juga digunakan untuk pereda nyeri tulang pada
metastasis.
Bidang Industri kosmetika
radioisotop 32P digunakan untuk pengobatan keloid. Keloid pada
dasarnya adalah jaringan parut yang tumbuh tanpa dapat dikontrol setelah kulit
sembuh dari luka. Teknik yang digunakan dengan menempelkan plester kebagian
kulit yang terdapat keloid yang sudah mengandung radioisotop 32P,
dosis dan lama waktu penempelan tergantung dari ketebalan keloid yang akan
dihilangkan. Sebagai pelacak penyakit akibat infeksi atau ketidaknormalan
genetik didiagnosa dengan mendeteksi deret asam nukleatnya yang spesifik untuk
setiap penyakit, meliputi PCR (polimerase chain reaction) dan hibridisasi dot
blot menggunakan nukleotida rantai pendek ATP bertanda radioaktif 32P
yaitu [γ-32P]ATP.
Penjelasan diberikan dari metode
laboratorium sederhana mempersiapkan 32P-berlabel adenosine triphosphate [(b:γ-32 P2)].
Percobaan bersandar pada pertukaran cepat antara
fosfat anorganik dan, B dan y fosfat dari adenosin oleh respiring persiapan
hati-otot. Nonisotopic adenosin trifosfat dan KH232PO4
diinkubasi dengan suspensi hati-otot. adenosine triphosphate berlabel adalah
berturut-turut diendapkan sebagai barium dan merkuri garam dan akhirnya
dimurnikan dengan kromatografi kertas. Produk
(adenosine triphosphate 3 -5 mg.) Yang terkandung antara 0- 1 dan 0-2 mc
radioaktivitas. Dari total aktivitas 77% berada di adenosin trifosfat, 11% di
adenosin difosfat dan 12% di ortofosfat; dari total fosfor 80% berada di
adenosin trifosfat, 13% di adenosin difosfat dan 7% di ortofosfat. (Preparation of 32P-labelled Adenosine Triphosphate- R. Hems
and W. Bartley)
B. Pembuatan Radioisotop 32P
Radioisotop 32P dapat dibuat
dengan 2 metoda, yaitu
1. Destilasi kering . Metoda destilasi
kering dilakukan dengan pemanasan langsung dari target yang terdapat dalam
ampul kuarsa pada temperatur 130°C
2. Destilasi basah., Metoda destilasi basah
target yang sudah diiradiasi dilarutkan dengan HCl 0,1 N dan dipanaskan sampai
timbul uap putih dan dibiarkan selama ± 12 jam sebelum dilakukan pemisahan.
Destilasi adalah cara pemisahan zat cair
dan campurannya berdasarkan perbedaan titik didih dan berdasarkan kemampuan zat
untuk menguap. Tujuan destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya
dan memisahkan cairan dari zat padat.
Alat-alat yang digunakan adalah
·
Ampul kuarsa
·
Rangkaian alat destilasi
fosfor
·
Kolom bercorong yang
berisi resin penukar kation Dowex AG 50 (1x8) dari BioRad yang telah
dikondisikan dengan HCl 1N,
·
Plat TLC PEI Cellulose
dari E.Merck,
·
Gas nitrogen, chamber
untuk elusi plat TLC,
·
Sulfur dari E.Merck,
larutan HCl 1 N,
·
Larutan KH2PO4 1 M, dengan
ph 3,5,
·
Aquabidest steril,
·
Radiochromatography
scanner AR-2000,
·
Dose calibrator Atom Lab
100TM dan spektrometri gamma Ortex.
Proses pemisahan dan pemurnian radioisotop 32P
·
Sulfur yang telah
diiradiasi dimasukkan ke dalam glove box khusus proses 32P.
·
Ampul dipotong
menggunakan pemotong kuarsa
·
Ampul dipanaskan
pada temperatur 120-130°C sampai semua sulfur meleleh dan mencair.
·
Ampul kuarsa yang
berisi lelehan sulfur ini dipasangkan ke dalam rangkaian alat destilasi.
·
Dialirkan gas
nitrogen ke dalam sistem destilasi dan pemanas dihidupkan pada temperatur
antara 210-220°C. Proses destilasi dilakukan sampai semua sulfur habis
terdestilasi.
·
waktu yang
diperlukan sekitar 2 - 3 jam.
Dalam pembuatan radioisotop 32P
ini dilakukan metoda destilasi kering, dengan cara
·
Sulfur yang sudah
diiradiasi dilelehkan dalam ampul kuarsa pada temperatur 130°C sehingga sulfur
mencair.
·
Ampul kuarsa yang
berisi cairan sulfur ini dimasukkan ke dalam rangkaian alat destilasi.
·
Rangkaian alat
destilasi ini dihubungkan dengan gas nitrogen, dan gas nitrogen dialirkan ke
dalam sistem destilasi pada tekanan 1 –5 mmHg. Gas nitrogen akan mendorong uap
sulfur ke sistem penampung destilat sehingga sulfur tersublimasi. Dstilasi
sulfur dilakukan pada temperatur antara 180 - 200°C, membutuhkan waktu antara 2-3
jam sampai semua sulfur habis terdestilasi.
·
Kemudian aliran gas
nitrogen dimatikan dan labu destilasi dibiarkan dingin. dilakukan pemisahan
antara Sulfur yang tersisa dari proses destilasi dengan radioisotop 32P yang
terbentuk. Endapan dilarutkan dengan 4 ml HCl 1N dan dipanaskan pada temperatur
60 - 70°C. Sisa destilasi yang terdapat pada ampul kuarsa dilarutkan dalam HCl
0,1 N dan dipanaskan pada temperatur 60 - 70°C, didapatkan H332P O4.
·
Hasil pelarutan
dimurnikan dari pengotornya dengan melewatkan ke dalam kolom penukar kation
Dowex AG 50 (1x8).
Kemurnian radiokimia radioisotop 32P
ditentukan dengan metoda kromatografi lapis tipis (TLC) menggunakan PEI
(Polyethylenimine) Cellulose sebagai fasa diam dan larutan KH2PO4
sebagai fasa gerak.
Sementara kemurnian radionuklida
ditentukan dengan menggunakan spektrometri gamma. Diharapkan dari proses metoda
destilasi kering ini dapat diperoleh larutan 32P dengan kemurnian
radiokimia yang tinggi (> 97,00%) tanpa pengotor radionuklida sehingga bisa
diaplikasikan untuk sintesa nukleotida bertanda 32P [(γ-32P)ATP].
Radioisotop 32P
yang diperoleh dari hasil pemisahan tersebut ditentukam kemurnian radiokimianya
menggunakan kromatografi lapis tipis (TLC) PEI Cellulose sebagai fasa diam dan
larutan KH2PO4 1 M ph 3,5 sebagai fasa gerak. Kemurnian radiokimianya dihitung
dengan menggunakan radiochromatography scanner;
·
Hasil analisa radiochromatography
scanner radioisotop 32P hasil destilasi ditampilkan pada Gambar 6.
·
Hal ini menunjukkan
bahwa radioisotop 32P yang dihasilkan dari proses destilasi dan pemisahan dalam
bentuk senyawaan kimia H332PO4 dengan kemurnian 99,90 %.
Gambar 7. Alat spektrometri gamma yang digunakan untuk analisa
kemurnian radioisotop 32P .
·
Sedangkan untuk analisa
kemurnian radionuklida menggunakan alat spektrometri gamma seperti pada Gambar
8.
Dari gambar tersebut radionuklida pengotor 33P dan 35S
tidak terdeteksi. Hal ini ditampilkan dari analisa spektrometri gamma tidak
ditemukan energi 33P (250 keV) dan 35S (167 keV). Dengan
demikian radioisotop 32P yang dihasilkan tidak mengandung radionuklida
pengotor.
Hasil pembuatan radioisotop 32P dengan metoda destilasi kering dan
proses pemisahan menggunakan kolom penukar kation Dowex AG 50 X-8.
Intinya Pembuatan radioisotop 32P
dengan metoda destilasi kering memberrikan hasil dimana aktivitas yang
diperoleh 573 mCi, kemurnian radiokimia 99,90 %, sementara pengotor
radionukliada tidak terdeteksi. Radioisotop 32P yang dihasilkan
tersebut sudah memenuhi syarat untuk digunakan dalam sintesa nukleotida
bertanda 32P [(Y-32P)ATP].
Metoda
destilasi basah, sulfur yang sudah diiradiasi
dilarutkan dengan HCl panas dan dipanaskan sampai timbul uap putih, dibiarkan
semalam kemudian hasilnya dipisahkan menggunakan kolom Dowex AG 50W-X8 yang
akan memisahkan pengotornya, dari hasil uji kemurnian dengan metoda ini berada
di bawah 90%. Sedangkan dengan metoda destilasi kering, sulfur dilelehkan dan
diuapkan sampai habis sehingga benar-benar terpisah dan fosfor-32 terbentuk
sebagai destilat. Dari uji analisis diperoleh kemurnian > 95% dan tidak
mengandung radionuklida lain sebagai pengotor.
kelebihan destilasi kering dibandingkan dengan
destilasi basah.
Destilasi kering lebih mudah dan aman karena
terkungkung dalam rangkaian alat destilasi dan sulfur yang telah tersublimasi
dapat digunakan lagi sebagai bahan sasaran setelah didiamkan selama beberapa
waktu.
C. Pemurnian Radioisotop 32P
Telah kita tahu bahwa radioisotop P-32 mempunyai waktu paruh 14,26 hari
dihasilkan dihasilkan dari reaksi nuklir 32S(n,p)32P
dengan menggunakan reaktor. Radioisotop P-32 merupakan radioisotope pemancar β-
dengan energi 1,71 MeV (Emax) dan 0,6949 MeV (Eav).
Penggunaan P-32 cukup luas tidak hanya untuk pengobatan tetapi juga sebagai
pelacak yang digunakan baik bidang kesehatan maupun pertanian. Sebagai pelacak
genetik dalam bidang kesehatan menggunakan nukleotida rantai pendek bertanda
P-32 yaitu [γ-32 P]ATP, yang dalam proses sintesanya memerlukan
radiosiotop kemurnian tinggi di atas 97%. Untuk itu perlu dilakukan proses
pemurnian radioisotop P-32 sehingga memenuhi syarat untuk digunakan pada proses
sintesa dengan menambahkan larutan H2O2 dan dikisatkan.
Hasil pengkisatan dilarutkan dengan HCl 1 M, kemudian dilewatkan ke dalam kolom
penukar kation Dowex 50 (1x8) yang telah dikondisikan dengan HCl 1 M. Hasil
pemurnian dianalisa dengan menggunakan TLC (Thin Layer Chromatography) PEI
(Polyethylenimine) Cellulose sebagai fasa diam dan larutan KH2PO4
sebagai fasa gerak. Diperoleh kemurnian radiokimianya > 95 % sebagai
ortofosfat.
1.
Tatakerja
(bahan dan metode)
a.
Alat dan
Bahan kimia
Alat-alat yang digunakan adalah
larutan H332PO4, kolom penukar kation Dowex 50
(1x8) yang telah dikondisikan dengan HCl 1M, larutan H2O2
30%, plat TLC PEI Cellulose, larutan KH2PO4 1 M dengan ph
3,5, chamber untuk elusi, radiochromatography scanner, lampu infra red, dose
calibrator dan spektrometri gamma.
b.
Cara kerja
1)
Preparasi
kolom penukar kation Dowex 50 (1x8)
Ditimbang 10 gr resin kation
Dowex 50 (1x8) di dalam beaker gelas 100 ml. Kemudian dicuci dengan aquabides
20 ml sambil diaduk dengan stirer, resin diendapkan dan dibuang airnya dengan
cara dekantasi. Dilakukan dekantasi berulang sampai dianggap resin sudah
bersih. Resin direndam dalam HCl 1M dan siap untuk digunakan. Disiapkan kolom
dengan ukuran 0,7 x 10 cm, kolom diisi dengan resin penukar kation Dowex 50 (1x8)
setinggi 2 cm. Kemudian kolom dikondisikan dengan 5 ml HCl 1M, sampai pH cairan
sama dengan pH larutan HCl 1M.
2)
Proses
pemurnian radioisotop P-32
Disiapkan beaker gelas 50 ml,
dimasukkan larutan H332PO4 yang akan
dimurnikan, ditambahkan larutan H2O2 30% sebanyak 1 ml.
Kemudian campuran dikisatkan dengan menggunakan lampu infra red. Setelah kisat
dilarutkan kembali dengan 2 ml HCl 1 M. Hasil pelarutan dilewatkan ke dalam
kolom penukar kation Dowex 50 (1x8) yang telah dikondisikan dengan HCl 1M.
Kolom kemudian dibilas dengan HCl 1 M 1 ml, hasil bilasan dilewatkan ke dalam
kolom. Filtrat ditampung dalam botol vial 5 ml dan diukur aktivitasnya dengan
dose calibrator.
3)
Analisa
dengan radiochromatography scanner
Dicuplik 1µl larutan P-32 yang
sudah dimurnikan ditotolkan ke atas plat TLC PEI Cellulose, ditunggu sampai
kering. Kemudian diisi chamber dengan larutan KH2PO4 1 M
ph 3,5, dimasukkan plat TLC, dan dielusi dengan larutan KH2PO4
1 M sampai tanda yang telah ditetapkan. Dan ditentukan kemurnian radiokimianya
dengan menggunakan radiochromatography scanner.
4)
Analisa
dengan spektrometri gamma
Hasil pemurnian radioisotop
P-32 tersebut dicuplik 5 µl ditotolkan ke atas kertas whatman, ditunggu sampai
kering, kemudian dianalisa kemurnian radionuklidanya dengan spektrometri gamma.
D. Pemanfaatan Radioaktivitas 32p
1.
Pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit
demam berdarah dengue (DBD) dan chikungunya merupakan masalah kesehatan
masyarakat, terutama di kotakota besar. Kegiatan survei entomologi sudah
diorientasikan pada identifikasi TPA dan surveilans kepadatan nyamuk dewasanya.
Penanggulangan
dan pencegahan kedua penyakit tersebut mengandalkan pada pemutusan rantai
penularan melalui pengendalian Ae. aegypti. Selain Ae. aegypti, Ae. albopictus
juga telah diketahui dapat menularkan penyakit DBD. Kedua spesies Aedes
tersebut mempunyai habitat pada tempat-tempat penampungan air seperti bak
mandi, drum air, tempayan, ember, kaleng bekas, vas bunga, botol bekas,
potongan bambu, pangkal daun dan lubang-lubang batu yang berisi air jernih.
a.
Kebiasaan hidup stadium pradewasa Ae.
aegypti yaitu pada bejana buatan manusia yang berada di dalam maupun di luar
rumah. Sementara itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap perletakan
telur nyamuk Aedes antara lain jenis wadah, warna wadah, air, suhu, kelembaban
dan kondisi lingkungan setempat.
b.
Hasil penelitian di Singapura pada
tahun 1996 telah diketahui bahwa habitat perindukan Aedes di rumah tangga
(domestik) antara lain ember, drum, tempayan, baskom (21,9%), diikuti tempat
air bekas (18,7%), tempat air hiasan, seperti vas bunga, pot tanaman (17,0%),
lekukan pada lantai (8,7%) dan terpal plastik (8,3%).3
Teknik
radioisotop merupakan salah satu teknologi yang mengalami kemajuan pesat sejak
49 tahun lalu khususnya di bidang kedokteran, biologi dan pertanian. Salah satu
pemanfaatan radioisotop di bidang entomologi adalah teknik disinfektasi radiasi
(indirect killing) yang lebih dikenal dengan teknik serangga mandul (TSM) dan
penanda atau labeling.4' Hal ini mengingat salah satu sifat radioisotop yaitu
dapat memancarkan sinar radioaktif sehingga dapat dipakai sebagai penanda atau
label. Pelabelan ini merupakan cara yang lebih aman bagi sasaran karena isotop
tidak meradiasi langsung ke sasaran, akan tetapi melalui media pakan larva.
Radioisotop
yang sering digunakan untuk penandaan pada serangga antara lain 3H, 32P
dan l4C. Penandaan serangga dengan radioisotop lebih menguntungkan
dibandingkan dengan zat warna karena radioisotop yang digunakan dapat
inkorporasi atau terikat pada jaringan.
Pemakaian
Radioisotop 32P dalam bentuk KH2PO4 tidak menimbulkan pengaruh yang berarti
bagi serangga terutama kepada manusia. Radioisotop tersebut memiliki waktu paro
selama 14,3 hari di alam, yang berarti dalam waktu tersebut kandungan radioaktivitasnya
akan menurun separuhnya. Berdasarkan percobaan pelabelan/penandaan dengan
Radioisotop 32P terhadap Lalat kedelai (Ophiomyia phaseoli Tryon) yang memiliki
morfologi lebih kecil dibandingkan nyamuk pada kandungan radioaktivitas
mencapai 8.800 cpm tidak mempengaruhi aspek biologi lalat tersebut dan
radioaktivitas bertahan kurang lebih tiga bulan.6 Pancaran radioaktivitas dapat
digunakan sebagai alat bantu dalam pemantauan pola hidup lalat tersebut.
1)
Bahan dan Cara Kerja
Ø Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian
dilakukan pada Bulan Mei sampai dengan Nopember 2006 di Laboratorium B2P2VRP.
Pemberian radiasi Radioisotop 32P pada pakan larva (dogfood) dilakukan di BAT
AN Jakarta, sedangkan pengamatan setelah aplikasi terhadap larva hingga dewasa
untuk menghasikan dosis tepat, aman dan radioaktivitas serta efek terhadap
keturunannya dilakukan di B2P2VRP Salatiga.
Ø Bahan
Penelitian
1)
Pakan larva Ae. aegypty yaitu dogfood
yang mengandung Radioisotop32p
2)
Bahan dan alat penangkapan larva dan
alat untuk pemeliharaan larva nyamuk sampai menjadi dewasa.
3)
Peralatan pengukuran lingkungan fisik
: termometer, sling hygrometer, alat ukur jarak (survey meter) dan anemometer
4)
Radioisotop 32p dalam bentuk KH2PO4,
Detector kontaminan dan Film Bagde
Ø Cara
Kerja
1)
Pengumpulan larva nyamuk Larva Ae.
aegypti yang digunakan berumur relatif sama yaitu stadium III awal berasal dari
hasil koloni labolatorium B2P2VRP Salatiga.
2)
Penentuan dosis aplikasi Radioisotop 32P
skala laboratorium Dosis aplikasi 0,30 μCi ; 0,5 μCi dan 0,70 μCi baik radioisotop
kering maupun berwujud cair untuk 0,25 gr pakan larva setiap 50 ekor larva
kemudian dilihat perkembangannya setelah aplikasi. Masing-masing dosis
pengulangan sebanyak tiga kali.
3)
Aplikasi Radioisotop 32P
Radioisotop 32P pada pakan larva (dogfood} dilakukan di BATAN
Jakarta, kemudian diberikan ke larva Ae. aegypti stadium III awal di B2P2VRP
Salatiga untuk diamati perkembangan, kematian serta efeknya terhadap keturunan.
Aplikasi Radioisotop dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan.
4)
Pengukuran Radioaktivitas Isotop 32P
Tingkat radioaktivitas ditentukan oleh banyak sedikitnya kadar radioaktif yang
masuk kedalam tubuh larva hingga stadium dewasa. Pengukuran radioaktivitas
dilakukan dengan cara mendeteksi secara kuantitatif berdasarkan durasi
waktu/hari menggunakan alat detector kontaminan.
5)
Pengamatan efek radioisotop pada
larva, nyamuk serta keturunannya Efek Radioisotop pada larva dapat berupa
kematian ataupun terhambatnya pertumbuhan menjadi pupa, sedangkan pada nyamuk
dapat berupa kecacatan dan umur nyamuk menjadi pendek. Pada keturunannya,
diamati secara kuantatif kandungan radioaktivitas isotop menggunakan detector
contaminant.
2)
Hasil Penelitian
Pengaruh
pemberian makanan yang telah diradiasi 32P menghasilkan variasi
intake pakan dan tingkat ketahanan larva terhadap radioisotop. Sebagaimana
disajikan padatabell. Aktivitas memakan yang digambarkan perbedaan jumlah pakan
yang dikonsumsi oleh larva terlihat pada kandungan atau kadar radioaktivitas isotop
32P yang terdeteksi di dalamnya. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama
3 minggu sesuai dengan rata-rata kehidupan nyamuk Ae. aegypti di laboratorium.
Dalam
penelitian dilakukan juga pengukuran jarak dan kadar radioaktivitas di luar
gedung (semi lapangan). Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke-3 bertujuan untuk
mengetahui sensitivitas alat detektor kontaminan di lapangan.
Adanya
perbedaan jumlah kematian antara kelompok perlakuan pada berbagai dosis
aplikasi dikarenakan frekwensi memakan (kuantitatif) dan kemampuan atau
ketahanan larva terhadap senyawa asing/racun. Kemampuan mengubah senyawa
beracun menjadi tidak berbahaya bagi tubuh disebut detoksifikasi dan ini
berlaku juga pada larva.
Enzim
utama pada seranga yang berperan dalam mendetoksifikasi insektisida yaitu enzim
esterase. Proses detoksifikasi ini merupakan awal terjadinya resistensi.
Ada
tiga enzim yang berperan dalam resistensi metabolik yaitu
Ø Glutathione
S-tranferase,
Ø Mixed
Fungtion Oxidase (MFO)
Ø Enzim
esterase.
Sepanjang
alat percernaan, pakan larva yang mengandung radioaktif 32P akan
terdeteksi dengan detektor kontaminan. Selama stadium larva terjadi empat kali
molting atau pergantian kulit dan berubah ke stadium pupa. Proses fisiologis,
pergantian eksokutikula lama dengan yang baru disertai perubahan bentuk dipacu
oleh kerja hormone ekdison yang dihasilkan kelenjar torasis sehingga proses
ekdisis berjalan sesuai umurnya.
Pengukuran
radioaktivitas 32P juga dilakukan pada selubung/ kulit bekas pupa
dengan hasil tidak ada beda secara bermakna antara selubung pupa pada dosis
aplikasi 0,3 μCi; 0,5 [id dan 0,7 μCi, yang berarti kadar radioaktif dalam
selubung pupa jumlahnya relatif sama. Radioaktivitas 32P pada Nyamuk
Ae. Aegypti.
Pada
stadium dewasa menunjukkan perbedaan yang berarti (p < 0,05) antara dosis
aplikasi 32P 0,3 μCi; 0,5 μCi dan 0,7 μCi. Aktivitas memakan pada
stadium larva dan kadar isotop digambarkan dengan adanya perbedaan
radioaktivitas yang terdeteksi oleh alat radiodetektor kontaminan. Perbedaan
tersebut dipengaruhi oleh aktivitas memakan pada stadium larva baik kualitas
dan kuantitas makanan.
Pengukuran
terhadap nyamuk dewasa pada minggu III rata-rata sebesar 333,3 cps dan minggu I
sebesar 656,6 cps yang berarti terdapat penyusutan radioaktivitas. Berdasarkan
waktu paro, 32Phosphor memiliki waktu 14,3 hari kadar radioaktivitas
akan berkurang setengahnya, maka dengan demikian terdapat suatu pelepasan radioaktivitas
di luar alamiah
Penyusutan
radioaktivitas dapat terjadi dalam dua jalan yaitu
Ø penyusutan
alamiah mengikuti waktu paro.
Ø penyusutan
karena aktivitas pelepasan pada obyek.
Selama
siklus hidupnya larva nyamuk mengalami 4 kali pergantian kulit (molting) yang
berdampak pada pengurangan radioaktivitas melalui kupasan kulit tersebut.
Selain itu pada stadium larva dan nyamuk dewasa, secara fisiologis dalam
metabolisme sel akan mengeluarkan produk yang tidak berguna melalui sekresi dan
pori-pori. Bersamaan dengan itu akan keluar pula radioisotop. Pada stadium
dewasa ini sangat penting dalam mendeteksi penyebaran (flight range) nyamuk
dari tempat perindukanya, oleh sebab itu dilakukan pengukuran radioaktivitas
dan jarak pengukuran.
Nyamuk Ae. Aegypti, keturunan
pertama (Fl) pada nyamuk Ae. aegypti berumur 3 minggu mengandung radioaktivitas
32P sebesar 333,3 μCi dan terdeteksi pada jarak 75 cm dengan 40 μCi.
Kandungan radioaktivitas tersebut relatif kecil hampir sama dengan kontaminan
lingkungan dan tidak mempengaruhi fisiologis nyamuk. Secara alamiah lingkungan
(lantai atau tembok rumah) akan memancarkan radioaktivitas walaupun jumlahnya
relatif kecil, berkisar antara 15-20 μCi.
Dari hasil penelitian:
Ø Dosis
Radioisotop 32P yang tepat dan aman untuk penandaan/pelabelan nyamuk
Ae. Aegypti adalah 0,5 μCi
Ø Dosis
Radioisotop 32P 0,5 μCi tidak berpengaruh secara berarti terhadap
pertumbuhan larva dan nyamuk Ae. Aegypti
Ø Efektivitas
Radioisotop 32P 0,5 μCi terdeteksi dalam nyamuk Ae. aegypti pada
jarak 75 cm dengan kandungan radioaktivitas sebesar 333,3 μCi pada minggu ke-3
2.
Mempelajari pola pemancaran lalat bibit Ophiomnya
Phaseoli Tryon
Pola
pemencaran lalat bibit o. phaseoli dirpelajari di
lapang dengan cara menanam 5.000
butir benih kedeilai Murin bertanda 32P pada titik
pusat daerah pelepasan di lapang. Lalat bibit akan muncul dari tanaman bertanda tersebut.
Beberapa parameter yang digunakan untuk mengevalliasi pemencaran lalat bibit antara lain heterogenitas
pemencaran, kecepatan pemencaran, dan pemencaran individu.
Hasi1 penelitian menunjukkan bahwa heterogenitas pemencaran mempunyai nilai lebih kecil dari 3, hal ini
merupakan nilai normal (kurva normal). Kecepatan pemencaran
yang dihitung menurut CLARK adalah
relatif mendatar pada hari ketiga sampai
dengan hari kelima. Sedangkan pemencaran individu yang dihitung atas dasar indeks dari Morisita mempunyai nilai 19,5917 untuk musim kemarau dan 16,0682 untuk musim penghujan. Nilai ini menunjukkan
pola pemencaran individu lalat bibit beragregasi
(Is > I, P= 0,05).
Daftar Pustaka
1)
Mempelajari Pola Pemencaran Lalat Bibit Ophiomya Phasioli
TRYON, Dengan Menggunakan Serangga Bertanda 32P- Ali Rahayu
2)
PEMANFAATAN RADIOISOTOP 32P UNTUK
PENANDAAN(LABELLED COMPOUND) PADA NYAMUK Aedes Aegypti-Akhid Darwin, Lulus S,
Dan Ali Rahayu
3)
Preparation Of 32P-Labelled Adenosine
Triphosphate- BY R. HEMS AND W. BARTLEY
4)
PEMURNIAN RADIOISOTOP FOSFOR-32 UNTUK PROSES NUKLEOTIDA
BERTANDA- Wira Y Rahman, Endang Sarmini, Herlina, Abidin, Triyanto, Dan Hambali
5)
Internal 32P-Labeling
Ofl-Deoxyoligonucleotides- Christian Frauendorf, Felix Hausch, Ingo